Skip to main content

Sulthan Alaiddin Ria’yat Syah @ Po Teumeureuhom


Sulthan Alaiddin Ria’yat Syah @ Po Teumeureuhom

Pendahuuan
Aceh negerinya para raja yang hebat pada zamannya. Banyak kerajaan yang berdiri di Aceh dan mencapai puncak kejayaannya. Salah satu nya adalah Kerajaan Lamno Jaya. Kerajaan yang berdiri pada tahun 1480 M dengan raja pertamanya Po Teumeureuhom. Makam beliau terletak di atas bukit di lamno.

Perjalan Menuju Makam Po Teumereuhom
Dari Banda Aceh untuk mencapai Lamno lebih kurang dua jam, Kalau ngebut bisa kurang dari dua jam untuk sampai kesana. Sepanjang perjalanan akan di isiS dengan pemandangan-pemandangan yang menakjubkan. Dimulai dari pemandangan pantai Lhok Nga. Pabrik Semen Andalas dan bukit yang selalu berada di pinggir kita. Pertama-pertama kita akan melewati Lhoknga. Kemudian ke Lhong sampai ke jalan yang lurus dengan pemandangan bibir pantai yang membuat mata berbinar. Mulailah memasuki kawasan Aceh Jaya. Jalan yang berliku-liku, mendaki dan turunan akan menanti di depan mata. Kawasan Gunung Geurute juga siap menghadirkan keindahan alam buat kita. Sebelah kiri bukit-bukit yang tinggi dan di sebelah kanan jurang yang lansung ke laut lepas. Di puncak Gureute ada tempat persinggahan untuk sekedar memadangi laut raya dari atas ketinggian. Takjub itu sudah pasti. Begitu besar keesaan Allah.

Perjalanan berlanjut untuk sampai ke Lamno. Untuk menuju ke Makam Po Teumeureuhom selepas pasar Lamno ada persimpangan. Berbelok lah ke kiri untuk meneruskan perjalanan. Jalan tersebut juga untuk menuju ke Dayah BUDI Lamno. Kalau kebingungan jalan menjun makam, langsung saja tanyakan pada warga sekitar kemana jalan ke dayah BUDI Lamno. Karena dayah tersebut satu jalan untuk menuju ke Makam Po Teumeureuhom Daya. Tetap mengendarai sampai mendekati pantai. Kemudian pandang lah ke atas bukit. Itu lah komplek makam Po Teumeureuhom Daya.






Penemuan Makam Po Teumereuhom
Tulisan Sejarah Hidup Po Teumereuhom pada Makam



Komplek makam dijaga oleh seorang kakek. Sobat-sobat bisa menanyakan sejarah raja Po Teumereuhom pada kakek ini. Dalam komplek makam ada Bale yang bisa di gunakan untuk tempat istirahat dan juga di sediakan musalla untuk salat. Makam po teumeureuhom di pagar sehingga tidak boleh untuk di masuki. Dari cerita kakek tersebut, selain makam Po Teumereuhom ada juga makam keluarganya dan ada juga pengikut setia beliau.


Gambar: Komplek Makam Po Teumeureuhom



Gambar depan Makam Po Teumeureuhom


Gambar Makam Pengikut Po Teumeureuhom dan Tokoh Adat

Gambar Makam Sulthan Alaiddin Ri'ayat Syah@ Po Teumeureuhom
Gambar Mushalla Po Teumeureuhom

Sekelumit Sejarah Po Teumeureuhom
Dalam Kitab Umdatul Iihab karangan Makhdum Juhani, terdapat teks yang berbunyi : “Telah Berkata Sulthan Alaiidin Ria’yat Syah yaitu Po Teumereuhom Daya, Bahwa asal usul Keturunan Bangsa Syarif dan Said dari Saidina Hasan dan Saidina Husain, Cucu Baginda Rasullullah.SAW. dan Asal Keturunan Kami Raja-Raja Aceh Dari Syam, Yang mula mula datang ke Aceh Empat Bersaudara yaitu :
1. Meurah Po He La Syahir Nuwi yang Mendirikan  Negeri Peurelak
2. Meurah Juempa Syahir Tanwi yang Mendirikan Negeri Jempa
3. Meurah Pau Ling (Syahir Pau Li yang Mendirikan Negeri Po Li Sama Indra (Pidie)
4. Meurah Dau Li (Syahir Duli) yang mula -mula Membuka negeri Idra Purwa, Bandar Lamuri.

Bagi masyarakat Aceh, nama Sulthan Alaiddin Riayat Syah dikenal juga dengan sebutan Po Teumerehom atau Sulthan Salatin Alaiddin Ria’yat Syah, Asal keturunanya pada Batu Nisan Putri Sulthan Salatin Alaiddin Ria’yat Syah terdapat tulisan :”Siti Hur Binti Salatin Alaiddin Ria’yat Syah Ibnu raja Madat Ibnu Abdullah Al-Malik Al-Mubin” : Tulisan di Nisan itu menunjukkan bahwa Salatin Alaiddin Ria’yat Syah adalah Putra dari Raja Madat yang dalam Sejarah dikenal dengan nama Inayat Syah. Dari keturunan beliaulah Nantinya lahir Raja-Raja Aceh. Sulthan Inayatsyah mempunyai tiga orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan, yang laki-laki dalam sejarah yang nama-namanya adalah :

1.  Sulthan Muzzafar Syah, yang mewarisi kerajaan Darul Kamal
2. Sulthan Munawar Syah yang mewarisi kerajaan Meukuta Alam
3. Sulthan Salatin Alaiddin Ri'ayatsyah menjadi Raja Negeri Kuala Raya (Radje Nagre Daye).

Tahun berapa dilahirkan dan siapa yang tertua dari ketiga putra Sulthan Salatin Aliaddin Ria’yat Syah tersebut belum didapati suatu keterangan yang jelas. Adalah kakek dari Sulthan Salatin Alaiddin Ria’yat syah  Raja Abdullah Malikul Mubinpernah merintis perjalanan ke negeri Indra Jaya untuk mengusir Portugis yang telah mulai menguasai negeri tersebut. Hasil dari perjalanan itu Raja Abdullah Malik Al Mubin berhasil menaklukkan sebahagian wilayah dan merebut nya dari Portugis disebabkan faktor usia, Setelah penaklukkan itu Raja Abdullah Malik Al Mubin kembali kenegeri Pidei (Pedir). Lalu dikirimlah Sulthan Salatin Alaiddin Ria’yat syah kenegeri Indra Jaya dengan mengemban tugas sebagai tersebut :

1. Mempersatukan negeri - negeri yang ada di Indra Jaya yang terpecah akibat politik dan adu domba Portugis. Sekaligus mengusir portugis dari Indra Jaya.
2. Melakukan pemurnian Agama Islam di Negeri Daya yang pada saat itu di anggap tidak murni lagi.

Sebelum melakukan perjalanan ke Indra Jaya Sulthan Alidin Ria’yat Syah mengirim 47 orang perintis yang juga melakukan tugas sebagai mata-mata untuk mengetahui keadaan Negeri Daya Setelah ditinggalkan oleh Raja Abdullah Malik Al-Mubin. Sulthan Alaidin Ria’yat Syah menyusul ke Negeri Indra Jaya dengan dikawal oleh 300 orang prajurit.

Sulthan Alaiddin Ria’yat Syah wafat pada Rajab 913 Hijriyah dan dimakamkan di puncak Gunung Gle Jong (Gle Ujong) di pinggir laut pantai Kuala Daya yaitu di atas gunung Gle Kandang. Sulthan Alaiddin Ria’yat Syah setelah meninggal digelar dengan Po Teumerehom beliau meninggalkan 3 orang anak :
1. Sulthan Uzir Syah
2. Putri Nurul Huda (Putroe Hijoe)
3. Muhammad Meninggal usia 3 bulan di Gampong Sabet

Setelah wafat Sulthan Alaiddin Ria’yat Syah, Raja Uzir menggantikan kedudukan Sulthan untuk memerintah Negeri Daya. Dalam masa beberapa tahun beliau meninggal dunia. Sedangkan Siti Nurul Huda (Siti Nur) menikah dengan Raja Ali Mughayat Syah Putra dari Sulthan Samsul Syah keturunan dari Raja – Raja Aceh.

Nurul Huda memerintahkan Negeri Daya dalam dua periode antara tahun 925-935 H. (1520-1530 m) bertindak sebagai wakil dari suaminya Sulthan Ali Mughayat Syah. Periode kedua antara tahun 935-960 H. (1530-1553 M) merupakan periode kepemimpinan langsung sebagai Sulthan di Negeri Daya. Siti Nur mangkat pada hari Kamis 11 Muharram sanah 960 H (1553 M), setelah  memerintah Negeri Daya selama 33 tahun, Baik sebagai wakil maupun sebagai pusaranya yang berbatu nisan indah diantara batu-batu nisan yang lain yang ada di komplek makam tersebut, senantiasa menjadi sasaran utama bagi para penziarah makam Po Teumerehom Daya.

Setelah kemangkatan Sulthanah Siti Nur, Negeri Daya kembali dibawah kontrol langsung Pemerintahan Kerajaan Aceh Darussalam. Karena jauhnya hubungan dengan pusat kerajaan maka raja-raja yang berkuasa di empat kawasan negeri daya langsung memisahkan diri dan berhubungan sendiri-sendirinya dengan Kerajaan Aceh Darussalam. Sulthan Abdul Qahhar membiarkan keadaan demikian dengan menempatkan seorang koordinator pemerintahan di sana bahkan empat segi tersebut diakuinya sebagai wilayah otonomi yang berdiri sendiri.

Sulthan  Alaidin Ria’yat Syah melanjutkan perencanaan yang telah mulai berjalan selama pemerintahan ayahandanya Inayat Syah, antara lain : Bidang Pemerintahan, Sulthan mengukuhkan kedudukan jabatan-jabatan seorang wazir Sulthan, merangkap Khatibul Muluk. Seorang Mufti besar, Seorang wazir Panglima, Seorang Tandi Kawai, Seorang Tandi Dagang, dan Seorang Harinya Dan Iin.

Pembagian wilayah sesuai dengan tradisi kuno yaitu :Kuala Unga termasuk  Pante Cermen. Lamno dan sekitarnya, Kuala Daya termasuk Lambuesoe, Keluang.

Bidang Pemerintahan terdiri dari:
Bidang Pertanian:
- Sektor Tanaman Pangan
- Sektor Perdagangan
Bidang Pertahanan Keamanan
Bidang Keagamaan

Daya bersatu dengan Kerajaan Aceh Darussalam  tahun 1498 Masehi, dicatat sejarah sebagai tahun ketibaan armada Portugis dari Kalkutta, India lewat Tanjung Verde paling selatan Afrika yang mereka abadi dengan nama CABO DE BONE ESPRANZA. Dalam Riwayat Portugis mereka datang ke Aceh pada tahun 1505 M, di mana saat itu Aceh tunduk kepada kesultanan pidie. Suasana perang saudara yang berlaku di Aceh di saat-saat mulainya dirintis usaha-usaha pemersatu,telah dimanfaatkan oleh portugis untuk menanamkan pengaruhnya. Setelah kepemimpinan Kerajaan Aceh Darussalam dan menaklukkan negeri-negeri di belahan utara dan timur sambil membendung agresi-agresi Portugis. Sulthan Ali Mughayat Syah 12-12-934 H. Segera mengalihkan perhatiannya kepesisir barat Sumatera yaitu Daya. Portugis kelihaianya telah sempat menghubungi Datok Pahlawan sah Keluang dan mengikat hubungan dagang dengannya tanpa setahu Sulthan Uzir Shah 7-7-913 H = 12-11-1520 AD yang menjadi pemegang mandat pada saat itu.

Langkah yang ditempuh Sulthan Ali Mughayat Syah ialah melamar Siti Hur Nurul Huda 11-1-962 H atau 8-12-1554 AD adik Uzir Syah untuk dijadikan istrinya. Perkawinan terjadi. Dengan demikian terbuka kesempatan untuk Sulthan Ali Mughayat Syah menyerang negeri Keluang  dan mempora porandakan kubu pahlawan sah serta Antek –Antek Portugis. Semua tawanan portugis dipaksa mengasimilasi diri dengan penduduk setempat setelah itu mereka di Islamkan sesuai hukum yang berlaku, Disinilah Awal Sejarah “Simata Biru Lamno” Lahir.

Sultan Ali Mughayat Syah  mengirim Uzir Syah ke wilayah Aru untuk membantu Raja Ibrahim yang sedang menghadapi gempuran- gempuran Portugis. Dengan Kepergian Uzir Syah, maka Sulthan Ali Mughayat Syah mempersatukan negeri Daya langsung dengan kerajaan Aceh , Sedangkan raja-raja kecil di Daya langsung berhubung dengan pusat kerajaan Aceh sebagai Koordinator Keempat raja – raja itu ditunjuk Istrinya Siti Hur (Nurul Huda).

Laksamana Raja Ibrahim tewas di Aru pada 930 H. 1524 M, kedudukannya segera digantikan oleh Uzir dengan Gelar Laksamana Malek Uzir Syah. Agresi Portugis ini memang didasarkan atas tujuan ingin menguasai negeri di Nusantara ini, namun di perairan Aceh, mereka tidak berjaya sama sekali, Sulthan Ali Mughayat Syah bersama Laksamana Malek Uzir Syah telah dapat melumpuhkan Armada-Armada Portugis dengan berkali – kali kemenangan gemilang.

Laksamana-laksamana Portugis Antonion de merin da’ Avedo, Don Shancho Enrique, Sebastian Dessausa, Gaspar  de Saussa Jorge de Brito berturut-turut di lumpuhkan armadanya dan De Brito sendiri tewas dalam pertarungan laut yang paling dahsyat pada tahun 927 H. (1521 M).
Suthan Ali Mughayat Syah  sendiri sempat mencerai beraikan Armada Pimpinan Francisco de Mello pada tahun 933 H. (1527 m) dan laksamana Simon de Sausa Tewas berikut Armadanya Hancur berantakan pada 934 H (1528 M) pantaslah kalau armada Laut Aceh Darussalam ketika itu terkenal diseluruh Eropah dengan nama angker dan paling ditakuti : Espando del Mundo, yang artinya Momok Dunia. Dalam  pertempuran sengit itu dengan pihak armada Portugis pada tahun 931 H (1525 M)  Laksamana Sulthan Malek Uzir  Syah gugur  sebagai Syuhada di teluk Aru , Jenazahnya dibawa pulang ke negeri daya dan dimakankan di komplek ayahnya Gle Kandang.

Selama dalam pertarungan di Aru, semua tawanan Portugis yang ditangkap untuk kemajuan Aceh Darussalam, oleh Sulthan Laksamana Malek Uzir Syah, atas persetujuan Sulthan Ali Mughayat Syah, dilokalisasikan di negeri Daya sesudah di Islamkan dan dibaurkan dengan anak negeri.

Begitulah sedikit sejarah singkat negeri Po Teumerehom Daya dalam bingkai perjalanan sejarah dan semoga ini menjadi bentuk saksi bahwa begitu perkasannya nenek moyang Kerajaan Aceh Darussalam pada masa dahulu.
=================

Kontributor : Muhammad Ichsan, S.Pd, (Komisioner  Komunitas Historia Adat Aceh-KHAA). Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com

Comments

Popular posts from this blog

Qanun Meukuta Alam al-Asyi Darussalam

QANUN MEUKUTA ALAM AL ASYI DARUSSALAM Sebuah translaterisi manuskrip dari Kerajaan Islam Bandar Aceh Darussalam telah ditemukan di Perpustakaan Universiti Kebangsaan Malaysia. Manuskrip ini merupakan 'Wasiat Sultan Aceh' kepada pemimpin-pemimpin Aceh pada 913 Hijriah pada tanggal 12 Rabi'ul Awwal hari Ahad bersamaan 23 Juli, 1507. Isi buku tersebut ialah sebuah kunci untuk rakyat yang disimpan oleh Raja-Raja Aceh terdahulu untuk generasi Aceh di masa yang akan datang, isi dalam buku tersebut hanyalah seuntaian wasiat sekaligus nasehat yang dipersembahkan kepada anak cucu generasi Aceh selanjutnya. Apa yang dilakukan oleh Rakyat Aceh dahulu dalam keseharian mereka sehingga Aceh punya hari yang indah nan gemilang. Satu hal yang perlu dicermati bersama adalah pada saat Kerajaan Aceh Bandar Darussalam berdiri, Sultan Ali Mughayat Syah mengistiharkan “The Aceh Code” atau "Pohon Kerajaan Aceh". "Aceh Code" ini merupakan 21 kewajiban yang harus dilaku...

Pembangunan Mesjid Poteumeureuhom dan Kegiatan Pengajian

Pembangunan Mesjid Poteumeureuhom dan Pengajian Masjid  Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Seiring dengan Pembangunan Mesjid yang terus dijalankan sedikit demi sedikit dengan sumbangan dana dari masyarakat muslim, Masjid Poteumeurehom, Kemukiman Busu sudah sejak lama  melangsungkan pengajian-pengajian, meskipun jadwalnya masih belum teratur, namun pengajian reguler setiap malam Selasa (dimulai selesai  sholat Isya) untuk kaum laki-laki dan setap hari Jumat (setelah sholat Jum'at) untuk kaum Perempuan sudah sejak lama dilaksanakan. Walaupun demikian, pengajian rutin di Mesjid direncanakan akan dibuat secara reguler nantinya  apabila keadaan keuangan untuk pengajian telah stabil. Untuk itu dimohon kepada semua pihak baik yang berdomisili di dalam maupun di luar negeri untuk terus menerus melaksanakan donasi baik untuk Pembangunan Masjid Poteumeureuhom maupun untuk sarana dan prasarana  dan kegiatan-kegiatan Pengajian. Adapun  Donasi untuk ...